BAB DELAPAN - "Tolong Saya --Saya Lelah Karena Merasa Tidak Sehat "

BAB DELAPAN

HUKUM TERAPI REGRESIP TINGKAT EMPAT


a. Kejelasan

Kemampuan manusia untuk melihat secara jelas sangat tercemar. Karena itu kemampuannya untuk mengintervensi sangat tercemar.

 

Pertahanan diri selalu aktip bekerja. Sepertinya pertahanan diri manusia itu mengajarkan bahwa apa yang disebut kepribadian sesungguhnya adalah suatu konstruksi yang dibangun berlandaskan teror (rasa sangat takut/ngeri). Sepertinya kita ngeri/sangat takut bahwa eksistensi kita berhenti. Kita tidak tahan tantangan satupun terhadap sistem keyakinan kita. Karena tantangan itu mendorong kepada ketakutan akan “non-being” (“menjadi tak-ada”), lenyap, mati.

 

Jika Anda benar dan saya salah, maka perasaan bahwa saya salah bisa jadi mulai menyebar dan saya akan jatuh ke lembah-kesalahan, dimana saya akan berdisintegrasi, tercerai-berai dan tidak menjadi apa-apa dan mati. Apa saja yang di luar kita bisa memicu teror semacam ini. Daripada menderita lembah-kesalahan itu , kita akan mempertahankan diri, kita tak akan mendengarkan, kita akan memutarbalikkan, akan menyimpang. Kita akan mati-mati-an menjaga kebenaran kita apapun biayanya. Teror, rasa sangat takut, ini yang melahirkan pendapat-pendapat kita. Ia pula yang menyebabkan kita mencoba menetralkan pendapat-pendapat orang lain. Teror, rasa sangat takut ini pula yang dapat menyebabkan terapis mencampurkan sistem terapetis yang mereka yakini ke dalam perjalanan para pasien. Menarik sekali bahwa salah satu hal yang ingin dicapai oleh Zen Buddhisme ialah agar konstruksi kepribadian kita larut oleh penggunaan teka-teki yang tak ada jawabannya. Ini salah satu metode Zen dalam perjalanan menuju ke ”no-mindedness” ( “pikiran-kosong”).

 

Terapis juga tercemarkan seperti semua orang. Namun mereka punya pertahanan yang paling sempurna di dunia. Pertahanan mereka adalah mereka “tahu”. Mengagumkan betapa banyaknya yang diketahui oleh sebagian terapis. Namun mereka tampaknya tak bisa bekerja langsung dengan pasien mereka dalam psikoterapi regresip mendalam. Sepertinya, apa yang mereka ketahui merupakan suatu konstruksi yang dibuat untuk kepentingan mereka ialah supaya mereka sendiri aman. Sepertinya, mereka sangat takut/ngeri terhadap sesuatu. Pencemaran perjalanan seorang pasien oleh kengerian/ketakutan terapis terjadi secara kontinyu, halus, tak kelihatan, dan komplit. Pencemaran ini seringkali namanya adalah “teori psiko-dinamika”.

 

 

Banyak terapis yang menganggap dirinya sendiri rationil, tidak bisa betul-betul percaya pada kebenaran terapi yang pertama; yaitu bahwa “ the human mind” (“sistem-kesadaran atau pikiran manusia”), jika diizinkan merasakan, akan menyembuhkan dirinya sendiri. Para terapis itu tidak dapat menerima keyakinan dasar ini. Memang kelihatannya aneh bahwa kemampuan untuk tidak menghalangi usaha pasien menggali dalam-dalam itu, berdasar atas doktrin “no-mindedness”(“pikiran-kosong”). Artinya, boleh saja terapis hakul-yakin akan tehnik-tehnik pembuka pintu-pintu “sistem kesadaran” atau “pikiran”. Namun sekali pintu pintu itu terbuka adalah mahapenting bahwa terapis tidak menyuntikkan keyakinan-keyakinan mereka sendiri ke dalam prosesnya. Terapis harus menunggu sambil mengharapkan, tanpa mencampuri, tanpa menyela. “Sistem kesadaran” atau “pikiran” terapis sendiri harus “kosong” dari konflik-konflik mereka sendiri supaya terapis bisa bergema, beresonansi secara intuitip dengan pasien. Jika terapis serba tahu, hampir pastilah bahwa ia akan mencampuri kaitan-kaitan yang akan muncul ke depan selama proses itu. Doktrin “no-mindedness”(“pikiran-kosong”) adalah konsep Zen-Buddhisme yang keluar di psikoterapi Barat dalam ”fertile void” (“kekosongan yang subur”) Fritz Perl. Topik ini tidak bisa diuraikan di sini, kecuali bahwa dalam konteks Buddhisme hal itu adalah suatu sasaran yang hampir tak mungkin dicapai; dalam konteks terapi hal ini jauh lebih mungkin dicapai.

 

“Pikiran-kosong” terapis tertanam dalam pengalamannya sebagai pasien psikoterapi mendalam selama dua sampai empat tahun ( suatu alasan lain untuk melakukan terapi ini). Terapis yang belum mengalami terapi ini bagi dirinya sendiri sampai dalam Tingkat Empat adalah ancaman. Tak akan mungkin bagi terapis itu untuk berdiri di samping dan mengizinkan pasiennya “mengalami-kembali”. Ini disebabkan, karena kesadaran manusia terletak ditengah antara masa lampaunya sendiri dan dunia luar. Contoh singkat: misalnya, jika dalam masa kecil saya, saya pernah digigit oleh seekor anjing, dan hal itu tak ada dalam kesadaran ingatan saya, maka ingatan itu, tanpa saya ketahui sama sekali, akan mempengaruhi bagaimana “sistem kesadaran” atau “pikiran” saya menanggapi seorang pasien yang sedang berbicara tentang anjing. Katakan saja, pasien tersebut ingin memelihara dua atau tiga ekor anjing. Tanpa disadari, saya berkomentar: ”Tidakkah Anda merasa satu ekor sudah cukup?”. Saat itu tampaknya saya sedang berpusat pada pasien dan “peduli” (pada peristiwa di dunia luar dari diri saya, terapis). Yang sebenarnya terjadi adalah saya sedang menanggapi suatu hal yang telah memicu suatu peristiwa yang tak diketahui dalam diri saya sendiri. Jika sudah disadari bahwa kebanyakan hal dari masa kecil kita berada di luar jangkauan kesadaran ingatan kita, dan bahwa ingatan-ingatan itu setiap hari mempengaruhi cara kita merasa, berpikir, dan menanggapi orang, maka jelaslah bahwa tanggapan-tanggapan terapis kepada pasien-pasien sangatlah tercemari. Kebanyakan orang, jika berusaha mendengarkan, hanya menangkap dan menanggapi ketakutan-ketakutan yang teraduk-aduk dalam diri mereka sendiri.

 

Perasaan-perasaan yang kuat juga menggelapkan kejelasan. Jika saya dibesarkan tanpa cinta, kebutuhan saya akan cinta bisa mengacaukan pekerjaan saya. Saya mungkin terlalu terfokus pada cinta atau saya mungkin takut untuk mengkonfrontir pasien saya karena saya takut kehilangan cinta mereka. Jika saya dibesarkan dalam keluarga yang marah-marah, mungkin tujuan-tujuan terapetis saya jenuh berisi kemarahan. Purbasangka atau bias yang manapun dari antara ratusan bisa muncul. Semua berpangkal dari satu sebab.

 

“Mind” itu luwesnya luar biasa. Setiap kejadian atau rentetan kejadian yang menimpanya diserapnya. Dan menyamarkan baik maknanya maupun caranya kita mempertahankan diri melawan pengaruh kejadian-kejadian itu.

 

Para terapis mendengarkan dari dalam suatu matra-pengamanan yang tidak kelihatan. Para pasien ditarik masuk ke dalam anyaman halus lapisan-lapisan pertahanan terapis. Terapis tidak mengetahui hal itu. Pasiennya tidak tahu. Seringkali juga pasien tidak tahu samasekali bagaimana terapis telah menyelesaikan perjalanan mereka.

Setiap kali seorang pasien berbicara kepada seorang terapis, mereka secara tak sadar merangsang di dalam diri kita (terapis) tanggapan-tangapan yang tidak cocok dalam batasan/rangka suatu terapi berpusatkan pasien. Apa yang dimobilir mereka (suatu dunia luar bagi terapis) di dalam diri kita (terapis) adalah sikap pertahanan-diri kita sendiri berhadapan dengan tiap hal yang telah diangkat kedepan.

Soal ini makin intensip dalam psikoterapi regresip mendalam. Karena pertahanan-diri kita diaktipkan sangat, sangat cepat untuk menutup diri dan menangani bahan-bahan yang sangat kuat. Seorang pasien yang ber-regresi sampai ke dalam Tingkat Empat memicu dalam dirinya dan secara resonansi, juga didalam diri terapis bahan-bahan yang sangat kuat. Misalnya, jika kita punya suatu masalah yang tak kita ingat dengan ayah kita, dan si pasien sedang berada di dekat rasa-sakit dengan ayahnya sendiri, yang mirip-mirip dengan rasa-sakit kita (terapis) dengan ayah kita, kita (terapis) akan batuk pada saat yang salah, membersihkan kerongkongan kita , atau akan mengusulkan sesuatu yang kita anggap bermanfaat. Pada hal sebenarnya, semua itu di-buat-buat saja untuk tetap menyembunyikan ingatan terapis sendiri. Jadi, apa yang tersembunyi dalam diri terapis, tidak akan mengizinkan bahan yang sama itu muncul dalam pasien.

 

Secara harafiah: setiap tanggapan yang kita buat, jika kita tak sadar akan masalah ini, datang dari hal-hal didalam diri kita sendiri yang tidak kita ingat/ketahui. Maka dari itu usaha kita untuk tetap berpusatkan pasien, dan membiarkan bahan-bahan yang menakutkan muncul keluar, gagal dan gagal lagi. Ini merupakan suatu pengaman. Terapis yang tidak menyadari masalah ini tadi tak pernah akan membuat suatu kongruensi yang cukup empatik untuk membawa orang ke Tingkat Empat. Jika sampai ke Tingkat Empat, bawah-sadar terapis sesaat lagi akan segera mengembalikan pasien ke intensitas yang lebih dangkal.

 

Kongruensi V:

 

Kongruensi Terapis-Klien

 

Kongruensi empatik antara terapis dan masalah-masalah terdalam dari klien adalah Kongruensi Lima. Tanpa ini mengalami kembali hal-hal dulu yang menyakitkan akan diblokir berkali-berkali.

 

Kini kita berhadapan dengan suatu paradoks terapetik. Bagaimana yang takut dapat mendampingi yang takut ? Bagaimana manusia tercemar dapat mendampingi manusia tercemar?

 

Yang pertama dan terutama, terapis harus berhasil melewati terapi diri pribadinya sendiri; semakin dalam semakin jelas ia mendapatkan. Terapi ini, sedikitnya sekali seminggu, pada umumnya akan membutuhkan beberapa tahun lamanya.

 

Guru Zen bertanya pada murid-muridnya, apakah diantara mereka ada yang dapat mengatakan ‘satu kata yang benar’. Mereka menemukan, dengan perkecualian yang sangat jarang, bahwasanya mereka tidak bisa. Guru Zen itu sedang memberi tugas untuk membantu mereka memecahkan masalah berikut ini: antara diri mereka (subyek) dan suatu pengalaman langsung dengan alam semesta (obyek), selalu ada suatu substitusi/pengganti simbolis. Dipasang oleh mereka (subyek) sendiri. Substitusi/pengganti simbolis itu harus ditiadakan dan tercapailah kejelasan terdalam. Tugas mencapai kejelasan terdalam ini, kadang-kadang disebut “Penerangan Mendadak”, atau “Satori”, dapat juga menjadi tujuan untuk para terapis.

 

Sesungguhnya kita, sebagai terapis, mempunyai perjalanan yang lebih ringan sedikit. Kita mempunyai tugas untuk mendengarkan dengan suatu perhatian yang paling terbuka dan yang paling tidak-tercemar. Ini bisa kita lakukan dalam pekerjaan ini. Konsep “ibu-yang-cukup-baik” telah berlaku dalam psikiatri. Ini meyakinkan kita bahwa tak ada ibu yang harus sempurna. Konsep “terapis-yang-cukup-baik’ akan membebaskan kita dari ketakutan serupa; bahwasanya di dalam pekerjaan kita, kita harus sempurna.

 

Tapi, bagaimanapun juga, kita dapat mendengarkan secara yang sedekat mungkin dengan “pikiran-kosong” dari Zen dan mengijinkan kata-kata pasien kita untuk menggemakan tanggapan-tanggapan di dalam kita yang sungguh-sungguh berpusat pada klien. Dalam perjalanan kita ke arah terapi bebas-pencemaran, yang terbaik dari semua teknik adalah pernyataan-reflektip Rogerian. Cara Rogerian itu tidak mencemari pasien dengan bahan-bahan dari terapis. Pasien hanya bercermin saja pada pernyataan-pernyataan itu.

 

HUKUM-HUKUM TERAPI TINGKAT EMPAT

 

b: Terapi reflektip

 

Terapi reflektip sering dirasakan kurang daya-kekuatannya. Padahal terapi reflektip adalah alat yang paling kuat dari semuanya dan yang paling murni.

Mencerminkan kembali (ber-refleksi) isi dari diskusi seseorang, berarti memberi suatu kerangka yang lebih jelas untuk melawan kegelapan dan kebingungan dari sakit emosional. Sebagai contoh, komentar ‘tampaknya Anda mempunyai kesukaran pada saat Anda masuk ruang itu,’ membuat suatu ketakutan umum menjadi lebih spesifik dan dapat dikendalikan. Komentar ini dengan rumusan bersih jelas singkat mempertajam apa yang tadinya hanya dimengerti secara samar-samar. Komentar ini melengkapi pengertian samar itu dan mengijinkan koneksi yang berikutnya tampil ke depan.

 

Mencerminkan kembali (ber-refleksi) perasaan-perasaan menjadikan (perasaan) kita lebih yakin tentang dari mana datangnya tenaga dalam saat-saat kita terganggu, kacau, bingung itu. Sebagai contoh, ‘Anda benci dia ketika ia melakukan itu terhadap Anda,’ menunjukkan kedua-duanya: di mana perasaan itu muncul dan sedalam apa kita telah disentuh peristiwa tertentu.

 

Mencerminkan kembali tema-tema sepanjang hidup menunjukkan bagaimana kita telah ditangkap oleh masalah yang mirip satu sama lain. Dan itu terjadi berulang-ulang kali sepanjang hidup dari tahun ke tahun. Sebagai contoh,‘Setiap kali seorang perempuan minta sesuatu kepada Anda, Anda menghentikan berhubungan dengannya’.

 

Terapis (harus) belajar untuk mencerminkan hal apa yang berada dekat perbatasan luar tapi dalam daerah yang dapat dirasakan pasien ketika mereka mendengarnya. Mencerminkan hal yang lebih dalam dari pada yang dapat dirasakan pasien tidaklah mengenai sasarannya, membuyarkan perasaan itu, dan menghentikan proses terapetis.

 

Kemampuan untuk meluaskan lingkaran kesadaran pasien dengan mencerminkan kembali sedikit melampaui apa yang mereka ketahui, namun tetap masih di dalam apa yang dapat mereka rasakan adalah inti seni pendampingan fasilitatip terapis. Singkatnya, jika mereka (pasien) tidak bisa merasakannya, informasi itu sia-sia.

Sebagai contoh:’Setiap kali Anda mempunyai seorang atasan yang sukar, Anda telah meninggalkan pekerjaan Anda dengan marah’, adalah sesuatu yang dapat didengar dan dirasakan oleh pasien. Sedangkan: ‘Kemarahan ayah Anda yang terus menerus pada Anda ketika Anda kecil, menyebabkan Anda meninggalkan pekerjaan Anda bilamana Anda menghadapi seorang atasan yang sukar’, mungkin benar sepenuhnya tetapi tidak bisa dirasakan.Karena itu, pernyataan itu merupakan suatu komentar yang tidak memudahkan pertumbuhan.

 

 

 

HUKUM-HUKUM TERAPI TINGKAT EMPAT

 

c: Mendengarkan dengan bergema

 

Dalam mendengarkan, terapis bisa mengambil sikap. Artinya begini: memusatkan kesadaran kita (terapis) pada pasien dengan sangat mendalam sehingga permasalahan kita sendiri menghilang, dan muncullah suatu fenomena baru. Yaitu fenomena resonansi atau turut bergetar.

 

Resonansi itu terjadi di dalam diri terapis selama saat-saat mendengarkan intensip, jelas dan bersih. Intensitas ini menghasilkan semacam suasana renungan. Di dalam kondisi ini, kita menjadi sedemikian sangat cocok-sama-sebangun dengan pasien kita, sehingga diskusi dan masalah mereka, memicu di dalam kita suatu deretan sambungan/koneksi yang serupa .

 

Sesungguhnyalah, bawah-sadar kita mulai ber-resonansi dengan bawah-sadar mereka hampir-hampir secara telepatis. Resonansi itu memproduksi pernyataan-pernyataan reflektip dalam kita dan mengaduk-aduk masalah dalam mereka yang jauh di bawah kesadaran mereka. Contoh: seorang perempuan sudah selama sekitar duapuluh menit menceritakan pada terapis bagaimana ia dikecewakan dalam hidupnya. Tanpa berpikir, terapis menanggapi dengan suatu kiasan: “Sejak kamu meninggalkan istana itu, berbagai hal sudah tidak sama lagi“. Mata pasien melebar dan menceritakan dengan suara terkejut, bahwa selama masa kanak-kanak-nya, dia memainkan suatu permainan, yang disebutnya: ratu dalam istana.

 

Mendengarkan dalam suasana renungan ini menyerupai “pikiran-kosong” dari Zen . Yaitu: kemampuan untuk menangkap dunia tanpa pencemaran oleh simbolisasi dan penyaringan yang dilakukan oleh “sistem-kesadaran” atau “pikiran”. Gejala resonansi dan “pikiran-kosong” ini dalam mendengarkan oleh seorang terapis adalah Kongruensi ke Lima dalam terapi-mendalam Tingkat Empat :

 

Tanpa pemahaman empatik terus-menerus, kongruensi gagal, dan dengan seketika terapi gagal.

 

Ketepatan dari refleksi-refleksi ini selalu dibuktikan oleh perasaan pasien tentang kebenarannya. Ketika terapis salah, pasien dengan cepat mengetahuinya, dan saat empatik itu runtuh. Terapi adalah suatu proses berkelanjutan dengan koreksi-diri yang melekat. Di tengah ketidaktepatan terapis, suatu terapi akan berjalan terhuyung-huyung, goncang. Kemampuan ini, untuk mencerminkan kembali ke pasien apa yang telah mereka bicarakan pada Tingkat Satu sampai Empat, --ketika, dan hanya ketika-- pasien sudah siap untuk mendengarkannya, sangat memperdalam hubungan dan mengijinkan masing-masing hal untuk mendorong ke arah hal yang berikutnya. Kalau ditambahkan dengan suatu orientasi bertumpu pada perasaan dan pada badan, dan memastikan bahwa pasien tidak pernah keluar dari jalur ini, maka tiap jam menjadi lebih dalam dari jam sebelumnya.

 

HUKUM-HUKUM TERAPI TINGKAT EMPAT

 

d: Melampaui Kenetralan Terapis

 

Jalan ke kedalaman terapi-mendalam yang maksimal di aspal dengan hal-hal yang nampaknya bertentangan. Kita sekarang menghadapi suatu paradoks yang melumpuhkan psikoterapi selama lebih dari seratus tahun. Pada satu pihak, saya sudah katakan, bahwa kejelasan terapis dan proses pasien yang bebas pencemaran adalah utama. Pada sisi lain, saya sudah menunjukkan suatu tingkat keterlibatan di dalam praktek saya. Keterlibatan saya itu nampaknya tidak bisa dibenarkan oleh norma yang biasa manapun juga. Paradoks ini diatasi ketika kita memahami koderat rangkap dari psikoterapi.

 

1-Terapi sebagai Mengalami-ulang Berorientasi ke Insight

 

Membantu klien untuk menarik hal-hal yang tak disadari, baik pengalamannya sendiri maupun kaitan-kaitannya, ke permukaan, memerlukan sentuhan sehalus bulu melalui pernyataan-pernyataan reflektip yang mutlak jelas bersih. Ketika hal itu muncul,dan terus-menerus dikembalikan pada “rasa-hati” dan “rasa-badan”, kesadaran pasien akan menukik tajam kedalam, yang sudah kita bicarakan sebelum ini. Hal ini adalah suatu konsekwensi alami. Inti sari proses ini adalah munculnya satu pikiran setelah pikiran lain, satu perasaan setelah perasaan lain, suatu pengalaman-ulang setelah pengalaman-ulang lain. Rantai kaitan yang mudah putus ini antar gejala internal, hanya dapat mulai muncul jika proses di dalam diri pasien tidak digelincirkan oleh masukan terapis yang mengganggu. Di daerah ini-lah pencemaran tidak boleh terjadi; bebas-pencemaran di daerah ini adalah hakiki bagi gerak maju dalam psikoterapi. Ketika kehadiran terapis tidak lagi cocok-sama-sebangun dan tidak lagi resonan, terapi itu gagal. Kegagalan ini di dalam terapis menjadi satu-satunya pengaman yang paling besar terhadap bencana. Karena mencegah terapi untuk mencapai kedalaman riil.

 

Hal-hal seperti kehendak baik, kepedulian, percaya timbal balik, dan banyak isu lagi dalam terapi akan menemukan bahwa proses terapatis itu adalah suatu proses melalui banyak saat/momen yang mungkin sulit.

 

Seorang terapis harus mampu menghadapi kerancuan dan kebingungan yang tingi intensitasnya. Anda ingat bagaimana laki-laki yang membuat beraneka wajah selama berminggu-minggu tanpa suatu penyelesaian oleh karena ketiadaan “insight”. Jika perilaku aneh selama berminggu-minggu ini telah menyebabkan saya, dari kekwatiranku sendiri, mengemukakan beberapa kebenaran teoritis yang menenteramkan hati (pasien), perjalanan ini akan telah dihalangi. Jika saya telah salah mengerti perilakunya itu, lagi-lagi karena kekwatiranku sendiri, sebagai sesuatu yang termasuk dalam perbatasan penyakit jiwa (psikosis), saya mungkin telah memberi dia obat penenang yang kuat. Tindakan itu saya lakukan, pada dasarnya, untuk menenangkan diri-ku sendiri. Dan dengan begitu saya sama sekali memelesetkan terapinya.

 

Pada sisi lain, seorang klien laki-laki mulai berpikir bahwa orang bisa benar-benar membaca pikirannya. Dalam hal ini, saya memberi dia obat penyakit jiwa untuk menghindari suatu “breakdown” penyakit jiwa yang berat. Pemahaman tentang perbedaan-perbedaaan seperti ini merupakan hal penting dari pelatihan psikiatris manapun.

 

Dengan mengenali bahwasanya pembuatan wajah-wajah itu adalah suatu keharusan-badan yang bukan penyakit-jiwa, akhirnya dia ijinkan untuk membawa kita kepada insight-nya.

 

2- Terapi sebagai Menjadi-orang-tua-kembali: Dengan Sentuhan, Pelukan, dan Berbagi Pribadi

 

Anak-anak kecil berkembang dalam ”texture” (“jalinan” atau “tenunan”) kehadiran dari orang tua mereka. Bayangkan sebentar seorang anak dibesarkan oleh mesin-mesin, robot-robot, dan program-program video. Bayangkan sebentar seorang bayi berusaha memeluk dan ber-relasi dengan suatu mesin. Bayangan yang menakutkan. Susunan saraf pusat dan badan manusia tumbuh berkembang, di dalam suatu lingkungan yang memeluknya dengan sentuhan terus menerus dan kehadiran orang tua, dengan semua jalinannya baik dan jahat yang dipasok oleh lingkungan dan kehadiran itu. “Jalinan” atau “tenunan” dengan orang-tua dan pertumbuhan sehat adalah sinonim.

 

Di dalam psikoterapi regresip mendalam Tingkat Empat, ketika kita sebagai terapis berjumpa-kembali dengan “si anak”, kita harus membawa “tenunan” atau “jalinan”. Dan itu sering berarti pelukan dan sentuhan sebagai makanan bagi perasaan, pelukan dan sentuhan untuk mengisi pengalaman-ulang yang menyakitkan, dan pelukan dan sentuhan untuk mempermudah munculnya hal-hal masa kanak-kanak. Tenunan/jalinan ini menyediakan basis phisik untuk pertumbuhan kembali.

 

Bagaimana kita mungkin memberi pada tataran phisik ini kontak yang menolong, mempermudah, dan bersih? Saya sudah menemukan, dengan “trial and error”, bahwa seperti ada terapi yang berpusat pada klien secara verbal, maka ada pula terapi yang berpusat pada klien secara fisik.

 

Sentuhan dan pelukan adalah tanggapan empatik manusiawi yang alamiah. Kesukarannya adalah untuk mengetahui kapan tanggapan ini memudahkan dan kapan menghalangi pertumbuhan. Menyentuh, memegang, memeluk, me-ngemong dapat memajukan pengalaman-ulang atau dapat mengusir perasaan-perasaan pasien. Dan menghentikan pekerjaan terapi itu seketika itu juga.

 

Seorang pria setengah umur berada dalam ruangan saya. Ia telah meninggalkan masa kini. Ia menjadi seorang anak kecil kembali. Suatu hari ia masuk ke rumahnya pulang sekolah.

 

Ia menemukan darah di atas lantai. Seperti dalam suatu mimpi buruk, ia berjalan mengikuti jejak darah dari kamar ke kamar. Akhirnya ia tiba ke ayahnya, dengan pergelangan tangan tersayat yang terbaring, di atas sebuah kursi besar. Darah masih memompa ke luar dari kedua tangannya membuat kubangan darah atas lantai.

Anak kecil di masa lalu dan pria dalam ruangan itu mulai menjerit. Akhirnya, pria dalam ruangan itu duduk dengan posisi tegak-kaku untuk memutuskan kontak dengan diri-kanak-kanak-nya. Saya meletakkan kedua tangan saya mengitari badannya dan memeluk dia erat-erat.

 

Apakah reaksi saya itu terlalu cepat, ataukah terlambat? Apakah saya menanggapi ketakutan di dalam diri saya atau di dalam diri dia ? Apakah saya menghalangi pertumbuhannya? Apakah saya mempermudahnya? Apakah saya sendiri berisi suatu “ego” yang hancur? Apakah saya sedang merawat seorang anak yang dihancurkan, yang telah mengungsi seumur hidup dengan minuman keras?

 

Apakah saya berpusat pada klien, atau ”acting out” (“bertindak keluar sebagai pelampiasan”)? Bagaimana saya bisa mengetahui jawabannya ?

 

Jawabannya adalah bahwa pekerjaan terapi, mempunyai suatu hidup, suatu “tenunan/jalinan”, dan suatu gerak kedepan yang tersendiri. Itu-lah yang harus dapat dipilah, dibedakan oleh terapis. Pemilahan, pembedaan ini adalah jantung pengalaman klinis. Hanya pengalaman yang dapat mengajarkan terapis kapan menyentuh dan kapan tidak. Pengetahuan ini adalah hal yang paling sulit di dunia untuk dijelaskan. Tapi ada beberapa petunjuk/pedoman.

 

Pertama, pada awal terapi-mendalam keseluruhan persoalan seputar sentuhan dan pegang/peluk dapat secara terbuka dibahas dengan pasien. Saya bisa mengatakan, misalnya, bahwa kadang-kadang orang perlu untuk disentuh/dipegang/dipeluk ketika pengalaman-ulang sakit masa kanak-kanak, dan bahwa pasien dapat meminta kontak fisik ini jika mereka membutuhkan itu. Tapi kebanyakan orang segan untuk meminta hal intim seperti itu. Oleh karena itu dari waktu ke waktu, selama saat-saat kesakitan, saya tanyakan lagi apakah mereka ingin disentuh/dipegang/dipeluk.

 

Beberapa klien secara langsung menanyakan apakah saya akan memegang/memeluk mereka, jika mereka memilih untuk melakukan terapi-mendalam. Beberapa klien tidak akan datang ke praktek saya kecuali jika mereka mengetahui mereka akan aman.

 

Banyak orang tidak mengetahui sama sekali apa yang mereka akan butuhkan, tapi selama kesakitan dalam terapi secara otomatis menggapai tangan saya. Banyak orang tidak bisa mengijinkan sakit manapun keluar ke permukaan kecuali jika ada suatu koneksi fisik.

 

Pada akhirnya tidak ada pengganti untuk intuisi dan keberanian untuk menawarkan apa yang Anda rasa diperlukan walaupun Anda bisa saja melakukan kesalahan.

***

 

Terapis harus mampu, dengan bijaksana, untuk “sharing” (“berbagi”) jika diminta. Kita ada di dalam situasi yang sama seperti orang tua dengan anak. “Berbagi” menciptakan jalinan/tenunan dan ruji-ruji atas mana si anak kecil di dalam klien itu tumbuh. Lebih lanjut, ketika pasien kita merasakan bahwa kita sedang menyimpang dari kejujuran absolut dan ketelitian, kita harus siap untuk membenarkan pertumbuhan kepekaan mereka. Tentunya, semua ini harus dengan akal sehat, diplomasi dan berpusatkan-klien.

 

Ada suatu perbedaan antar informasi yang mendorong ketergantungan dan informasi yang mendorong pertumbuhan. Ada suatu perbedaan antara informasi yang berdasar pada keangkuhan terapis dan informasi yang mempunyai suatu perasaan yang sehat. Lagi-lagi, pengalaman, dedikasi untuk menjadi katalisator pertumbuhan serta suatu perasaan akan keseimbangan, semuanya diperlukan dalam area ini.

 

- Bagaimana terapi-ku ?

 

- Apakah Anda bertanya pada saya tentang bagaimana perasaan Anda ?

 

- Bukan, aku ingin mengetahui apakah kamu berpikir bahwa aku menjadi lebih baik.

 

- Apakah Anda bertanya pada saya tentang bagaimana perasaan Anda?

 

- Yaach.… aku kira begitu.

 

- Saya tidak tahu bagaimana perasaan Anda. Tanyakan pada diri Anda sendiri.

 

- Well, aku merasakan lebih baik daripada enam bulan yang lalu.

 

- Maka, bagaimana terapi Anda ?

 

- Aku kira aku menjadi lebih sehat.

 

***

 

- Belakangan ini aku merasa tidak enak. Rasanya lebih buruk dan semakin buruk; apakah itu umum dalam terapi macam ini ?

 

- Ya itu umum, biasanya begitu.

 

- Well, aku sangat, sangat merosot belakangan ini.

 

- Di tengah-tengah semua kemerosotan itu, apakah Anda merasa bahwa Anda sedang membuang banyak ‘ sampah’ ke luar dari diri Anda. Sampah itu telah lama, lama sekali di dalam Anda ?

 

- Ya, aku merasakan berbagai hal yang belum pernah ku-alami sebelumnya. Menyakitkan rasanya. Jika aku terlalu tertekan, apa kita bisa menggunakan obat-obatan ?

 

- Jika kita melampaui kekuatan badan Anda untuk menanggulangi

masalah dan untuk tetap bekerja dan hidup fungsional seperti biasa, kita pasti dapat menenangkan berbagai hal dan/atau mendukung suasana hati Anda dengan memakai obat-obat-an.

 

-Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa saya membutuhkan atau tidak membutuhkannya?

 

- Ada tanda-tanda-nya, seperti berat badan turun, tidak bisa tidur dan kehabisan tenaga, juga suasana hati yang sangat rendah dan terlalu banyak takut. Kita akan tetap berjaga-jaga.

***

 

 

- Pernahkah kamu merasa begitu buruk sehingga kamu hanya ingin mati saja?

 

- Ya pernah.

 

- Apa yang kamu lakukan?

 

- Saya berbaring terlentang dan memusatkan diri saya di dalam perasaan itu. Saya mengulangi-ulangi kata-kata ini, ‘ Aku hanya ingin mati.’ Aku mengulanginya berkali-kali sampai akhirnya perasaan ingin mati itu hanyut pergi.

 

- Kamu tidak pernah lagi ada masalah ingin bunuh diri kemudian?

 

- Ada. Ingin bunuh diri ini muncul dari waktu ke waktu dalam hidup saya jika saya sangat tertekan. Ketika keinginan itu muncul, saya menggunakan teknik ini dan keinginan mati itu selalu lenyap.

 

- Jadi bagi kamu juga hidup adalah suatu perjuangan?

 

- Ya betul. Hidup adalah suatu perjuangan untuk semua manusia sensitip.

 

 

Tidak ada aturan tentang kapan dan bagaimana caranya untuk berbagi; hanya ada sebuah hati penuh kasih dan tahu informasi. Terapis saya sendiri suka mengatakan: “Jangan membuang masalah-masalahmu ke pasienmu dan jangan menghabiskan banyak waktu mempertahankan dirimu sendiri“.

 

Jika, dalam suatu kerangka penyembuhan dan dengan kehendak baik, saya ditanya tentang hidup saya, saya akan sering “berbagi” dari dalam diri saya. Ini adalah bagian dari tenunan/jalinan ”reparenting” (“menjadi-orang-tua-kembali”) itu. Berbagi itu merupakan sambungan yang menghubungkan dengan pasien itu. Berbagi dapat disamakan dengan kehadiran fisik. Berbagi adalah ruji-ruji itu. Ia dengan aktip menghindarkan apa yang disebut “kelaparan yang disebabkan oleh kenetralan psikoanalitik”, walaupun “diam” masih tetap salah satu dari alat utama kita. Pasien-pasien memerlukan kemanusiaan kita, dan kemanusiaan kita, jika secara hati-hati ditawarkan, tidak harus menyimpangkan, mengacaukan perasaan mereka tentang diri mereka sendiri yang tengah berkembang.

 

Sebagai contoh, adalah kebiasaan saya untuk menawarkan lelucon-lelucon sindiran dari hidup saya, yang sungguh-sungguh sesuai. Di dalam suatu situasi yang berorientasi pertumbuhan dan penuh kasih, lelucon-lelucon sindiran ini diterima sebagai suatu kontribusi yang tepat dalam terapi.

 

HUKUM-HUKUM TERAPI TINGKAT EMPAT

 

e: Percaya pada Perasaan sebagai terapi.

 

Terapis harus percaya pada paradoks sentral dari terapi berorientasi-perasaan bahwa jika kita pergi ke pusat dari perasaan-perasaan yang paling sulit dan paling menyakitkan, kemanapun juga mereka membawa kita, dan mengalami-ulang rasa takut, ngeri dan rasa malu, kita berangsur-angsur akan lepas dari beban dan sembuh.

 

Terapi jarang menyembuhkan secara langsung singkat. Umumnya terapi berlangsung berbulan-bulan bahkan tahunan untuk membawa pengalaman-pengalaman ini ke permukaan. Bahkan setelah kita mengalaminya, urutan sesi-sesi selanjutnya untuk pertumbuhan individu harus sering, sangat sering dilakukan. Butuh waktu lama sekali.

 

Tingkat kepercayaan yang dibangun besar sekali . “Momentum”nya harus terjadi. Sedemikian sehingga pasien secara alami ingin berbagi semakin banyak. Kejujuran terhadap terapis, dan terhadap diri sendiri, menjadi tujuan yang dikejar dengan menyala-nyala. Kejujuran itu mencuci bersih kepalsuan seumur hidup.

 

Ada banyak keharusan lain dalam praktek Psikoterapi Tingkat Empat. Beberapa adalah:

* Terapis harus berhati welas asih. Keunggulan teknis tidak akan menang. Keunggulan tehnis tidak cukup untuk seorang mitra yang ada di ranah kosong, terbengkalai oleh masa kanak-kanak yang rusak.

* Terapis harus ingin tahu dan mempunyai energi besar untuk menyelidiki yang tak dikenal. Tanpa terjebak ke aplikasi teknik yang berlebihan.

 

* Terapis harus lembut namun jelas-kuat dalam menentukan dan merumuskan dirinya sendiri, pada saat pasien memerlukan.

 

Dari tahun ke tahun yang saya tekuni di kedalaman “mind”, semakin saya menyadari bahwa berbagai hal selalu saja lenyap ke tempat teduh yang tak dikenal ke dalam suatu tempat akhir. Dari sinilah semua proses alam semesta muncul. Adalah fakta bahwa aku, dalam saat yang manapun, tidak mengetahui, apa yang akan terjadi dalam saat berikutnya. Dan, untuk mengutip Alan Watts, seorang pemikir abad 20 terkenal, “Aku selalu dikelilingi oleh kegelapan dan ujung kemampuan saya untuk melihat sangat terbatas.” Walaupun demikianlah keadaannya, saya mengamati dan saya percaya. Setelah 25 tahun dan 32.000 jam pengalaman, saya sudah mencapai suatu kenyamanan tertentu dalam menghadapi yang tak dikenal. Yang tak dikenal itu dengan salah satu cara akan menyelesaikan dirinya sendiri, entah ke arah ini atau lainnya.

 

Prinsip-prinsip pasti berjalan. Ketika kita bersihkan “mind” itu dari sampah-sampahnya dan menawarkan kenyamanan, penyembuhan hampir selalu terjadi.

 

 

HUKUM-HUKUM TERAPI TINGKAT EMPAT

 

f: Kualitas-kualitas yang diperlukan dalam Pasien:

 

Dalam terapi, orang harus mampu merasakan perasaan tanpa bertindak apapun terhadap perasaan itu, meskipun perasaan memicu orang untuk bertindak. Kemampuan seperti ini adalah keharusan mutlak untuk seseorang dalam psikoterapi regresip mendalam. Beberapa orang mampu; beberapa dapat mempelajarinya; tapi kebanyakan samasekali tidak bisa mentolerir pengalaman ini tanpa mengacaukan perbedaan antar “merasa” suatu perasaan dan “bertindak” didorong oleh perasaan.

 

Jika kerusakan masa kanak-kanak telah mengisi wadah “ego” itu dengan terlalu banyak kekacauan, dan jika kerusakan masa kanak-kanak telah sangat memperlemah wadah itu sendiri, perasaan yang kuat kadang-kadang menyebabkan orang ”acting out” (“bertindak keluar sebagai pelampiasan”). Tindakan/kegiatan itu tidak otentik. Tindakan/kegiatan itu memainkan suatu peran, suatu lambang dalam rangka menghindari badai ketegangan. Tindakan/kegiatan simbolik itu perlu untuk mencegah hancurnya orang itu.

 

Hidup duniawi sehari-hari mengajar kita, bahwa untuk menetralkan perasaan-perasaan tak enak caranya adalah dengan melakukan suatu tindakan/kegiatan yang bertumpu pada dan dipicu oleh perasaan-perasaan tak enak itu. “Tindakan” dari dunia berlawanan dengan “tindakan” terapi mendalam.

 

“Tindakan” dunia adalah jika kita lapar, kita makan; jika kita marah, kita melukai; jika kita butuh, kita mencari kepuasan.

 

“Tindakan” terapi mendalam adalah kita berbaring dan merasakan. Perasaan membawa “insight”; “insight” membawa kejelasan; kejelasan membawa keseimbangan, dan semua ini memimpin ke arah kemunculan suatu diri organik baru.

 

Diri organik itu tidak berjuang untuk melakukan. Diri organik itu secara spontan dan secara integral bereaksi terhadap rangsangan dari dalam dan dari luar, secara alami, dengan harmonis dan tanpa usaha. Diri organik tidak bekerja keras dan berjuang untuk mengontrol, mengendalikan. Ia “ada”, hidup, dan bertindak karena suatu otak yang bebas dari konflik. Ada suatu bagian otak yang merupakan inti untuk menyeimbangkan diri sendiri secara otomatis, terjadi dengan sendirinya. Jika ia bebas dari konflik.

 

Sering pasien bertanya: “Apa yang harus aku lakukan?” Jawabannya adalah bahwa tidak ada apapun yang harus mereka lakukan, kecuali terhadap bagian-dalam-diri mereka dengan terapi-mendalam. “Tindakan” dunia akan mulai datang secara alami jika mereka menggarap bagian-dalam-diri mereka diatas tikar/kasur.

 

Sebagai contoh, di dunia ada pelatihan-pelatihan “assertiveness” (“ketegasan”) yang mengajarkan teknik men-“definisikan-diri-sendiri”. Kita diajar apa yang harus dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya, jika seseorang melanggar batasan-batasan pribadi kita.

 

Di terapi-mendalam, kebangkitan perasaan “diri”, yaitu bahwasanya “diri” ini adalah sesuatu yang harganya luar biasa, secara otomatis menghasilkan “definisi-diri-sendiri” yang nyaman. Saya katakan “ tidak” jika itu, bagi diri saya berbahaya. Bukan karena saya sudah mempelajari bagaimana cara mengatakan “tidak”. Saya katakan “tidak” sebab saya tidak lagi ingin mengatakan “ya” terhadap yang merusak saya



Back   Table of Contents   Next

www.paulvereshack.com
home page